Kabarminang – Pagar besi yang dipasang di sepanjang jalur rel kereta api di kawasan wisata Kota Pariaman dinilai berpotensi menghambat evakuasi masyarakat saat terjadi tsunami.
Hal ini diungkap oleh Kepala Pelaksana BPBD Kota Pariaman, Radius Syahbandar, saat memberikan keterangan kepada wartawan di lokasi pembangunan High‑Frequency (HF) Radar gelombang laut di Pantai Anas Malik.
Radius Syahbandar memperingatkan bahwa lokasi pagar yang berada dekat kawasan pantai menimbulkan risiko signifikan apabila terjadi tsunami.
“Posisi pagar berada tepat di kawasan pantai yang ramai dikunjungi wisatawan. Saat terjadi tsunami, masyarakat akan kesulitan lari karena terbatasnya celah untuk keluar dari area tersebut,” ujarnya, Rabu (16/7).
Penyempitan jalur evakuasi dan minimnya akses darurat merupakan saksi betapa infrastruktur ini perlu ditinjau ulang.
Dijelaskannya, daerah pesisir Sumatera Barat, termasuk Kota Pariaman, merupakan zona merah gempa dan tsunami karena letaknya di zona subduksi megathrust Siberut. Menurut data BMKG, dua‑pertiga populasi Pariaman tinggal di wilayah yang rentan terhadap bahaya ini .
Upaya mitigasi sedang dilakukan melalui pemasangan alat HF Radar tsunami di Pantai Taman Anas Malik. Radar ini adalah bantuan dari Pemerintah Prancis senilai sekitar Rp28 miliar dan salah satu dari hanya dua alat serupa di Sumatera Barat (bersama satu unit di Padang).
“Sistem ini beroperasi pada frekuensi 3–30 MHz dan dapat memberikan alarm 30 detik sebelum potensi gempa atau gelombang tsunami terdeteksi,” sebutnya.
Sebagai pendukung radar, Kota Pariaman juga menerima alat Earthquake Early Warning System (EEWS) hibah dari Taiwan, dipasang di Balai Kota untuk mendeteksi gelombang seismik dini sebelum gempa utama tiba.