Kabarminang — Aliansi Mahasiswa Dharmasraya Bergerak, yang berjumlah sekitar 78 orang, melaksanakan aksi damai di halaman kantor DPRD setempat pada Senin (1/9/2025). Dalam aksi yang berlangsung damai tersebut mereka memberikan pernyataan sikap dan menuntut delapan poin, yang disampaikan kepada pemimpin dan anggota DPRD Dharmasraya untuk disetujui dan ditindaklanjuti.
Koordinator Aliansi Mahasiswa Bergerak Dharmasraya, Rizky Arapiq, mengungkapkan bahwa mereka berdemonstrasi untuk menuntut keadilan bagi rakyat, menegakkan hukum tanpa pandang bulu, dan menolak praktik-praktik pengkhianatan terhadap amanat rakyat.
“DPRD adalah wakil rakyat yang dipilih memalui suara rakyat. Namun, faktanya, yang terjadi hari ini justru sebaliknya: aspirasi rakyat diabaikan, kritik dibungkam, DPRD lebih sibuk dengan kepentingan golongan daripada kepentingan rakyat banya,” ujarnya.
Rizky menuturkan bahwa sikap arogan yang diperlihatkan oleh petinggi bangsa ini tidak hanya melukai hati rakyat, tetapi juga memicu gelombang kemarahan rakyat. Selain itu, katanya, tewasnya pengemudi ojek online bernama Affan kurniawan akibat dilindas mobil Brimob dalam demonstrasi di Jakarta pada 28 Agustus 2025 menjadi luka mendalam sekaligus cambuk bagi seluruh Indonesia.
“Nyawa rakyat tak boleh lagi menjadi tumbal atas lemahnya sistem hukum dan kebijakan yang hanya berpihak kepada segelintir elit. Masyarakat selalu dibenturkan dengan aparat negara. Yang seharusnya mengayomi masyarakat justru membunuh rakyat dengan dalih menjalankan tugas. Nyawa rakyat tak boleh lagi menjadi tumbal atas lemahnya sistem hukum dan kebijakan yang hanya berpihak kepada segelintir elit,” ucapnya.
Berdasarkan hal-hal tersebut, pihaknya turun ke jalan dengan membawa delapan tuntutan rakyat. Pertama, mendesak disahkannya Undang-Undang Perampasan Aset sebagai instrumen pemberantasan korupsi agar harta hasil kejahatan tidak lagi dinikmati oleh para perampok uang negara. Kedua, mendesak hukuman mati bagi koruptor sebagai bentuk keadilan yang setimpal bagi para pengkhianat bangs. Ketiga, menuntut pencabutan tunjangan DPR yang selama ini membebani keuangan negara, tetapi tidak sebanding dengan kinerja dan tanggung jawab wakil rakyat. Keempat, meminta pemecatan anggota DPR yang masih tega berjoget, bersenda gurau, dan abai terhadap penderitaan rakyat, alih-alih menunjukkan empati dan keberpihakan. Kelima, mendesak pengadilan segera bagi oknum polisi yang terbukti melindas dan menghilangkan nyawa pengemudi ojek online dalam aksi 28 Agustus 2025. Keenam, mendesak Polri untuk membebaskan demonstran yang ditahan, dan mengutuk keras tindakan premanisme aparat kepolisian kepada masa aksi yang memancing amarah rakyat. Ketujuh, meminta Pemerintah Kabupaten dan DPRD Dharmasraya membatalkan Rancangan Perda (Ranperda) tentang Kenaikan Tunjangan Perumahan bagi Pemimpin dan Anggota DPRD Dharmasraya, serta meminta Gubernur Sumbar untuk membatalkan ranperda tersebut, yang sudah sampai di meja gubernur. Kedelapan, meminta Bupati dan Anggota DPRD Dharmasraya untuk tidak melaksanakan perjalanan dinas ke luar daerah, baik dalam pembahasan anggaran maupun kunjungan kerja yang menghabiskan anggaran.
“Melihat kondisi keuangan daerah yang mengalami defisit Rp 15 miliar, sudah selayaknya untuk tidak lagi melaksanakan kegiatan yang menghabiskan anggaran keuangan daerah karena dampaknya tidak terasa bagi masyarakat, khususnya Dharmasraya,” kata Rizky.
Rizky menegaskan bahwa tuntutan itu bukan sekadar seruan kosong. Ia menyebut bahwa tuntutan itu merupakan amanat rakyat, amanat keadilan, amanat dari darah dan air mata yang telah tumpah.