Kabarminang.com – Pemerintah Kabupaten Kepulauan Mentawai menetapkan status tanggap darurat bencana banjir dan longsor selama 14 hari, terhitung sejak Rabu (11/06/2025) hingga Senin (24/06/2025).
Penetapan ini dilakukan menyusul bencana yang melanda sejumlah desa di Kecamatan Sipora Utara dan Sipora Selatan pada Selasa (10/06/2025).
Bencana tersebut memicu sorotan dari sejumlah pihak. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatera Barat menilai banjir yang rutin terjadi di Sipora erat kaitannya dengan kerusakan ekosistem hutan di wilayah tersebut.
Kepala Departemen Advokasi Lingkungan Hidup WALHI Sumbar, Tommy Adam, menyebut kondisi geologis Pulau Sipora yang didominasi tanah rawa menjadikannya sangat rentan terhadap bencana banjir.
“Pulau Sipora itu termasuk pulau kecil yang secara geologi didominasi tanah rawa. Kami melakukan pemodelan dari 2021 hingga 2024 menggunakan citra satelit untuk menganalisis penyebab banjir,” kata Tommy, Senin (16/06/2025).
Dari hasil analisis WALHI, kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mapadegat menjadi wilayah yang terdampak paling signifikan. Selama periode 2021 hingga 2024, tutupan pohon seluas 540 hektare hilang di kawasan tersebut menyusut sekitar 18 persen dibandingkan kondisi tahun 2000.
“Dari total luas DAS sekitar 3.470 hektare, kawasan ini sudah tidak memiliki hutan utuh. Ekosistemnya sudah terfragmentasi,” ujarnya.
WALHI menduga kerusakan ini disebabkan oleh penebangan kayu legal yang terdaftar dalam Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SIPUHH) di sejumlah titik. Aktivitas tersebut dinilai memperparah bencana banjir, khususnya di Kecamatan Sipora Utara.