Kabarminang – Pemerintah Kabupaten Solok Selatan optimis dengan telah dibukanya jalur pendakian Gunung Kerinci via Solok Selatan bisa menjadi salah satu pengungkit ekonomi daerah di bidang ekowisata. Untuk memastikan peluang ini bisa dimanfaatkan, pemerintah kabupaten telah mempersiapkan investasi untuk mendukung infrastruktur di jalur ini pada tahun depan.
Hal ini disampaikan Bupati Solok Selatan, H. Khairunas, dalam sambutannya pada pembukaan Peningkatan Kapasitas Penyuluh, Pendamping Desa Binaan, dan Masyarakat Mitra Polhut sekaligus Peresmian Camping Ground Bukit Bontak dan Pintu Jalur Pendakian Gunung Kerinci Melalui Solok Selatan, di Camping Ground Bukit Bontak, Kamis (23/10/2025).
“Kabupaten Solok Selatan telah membuka peluang pertumbuhan ekonomi baru melalui pembukaan jalur pendakian Gunung Kerinci via Solok Selatan. Ini bukan sekedar jalur pendakian saja tapi pintu masa depan yang terbuka lebar melalui akses wisata, investasi, dan pemberdayaan masyarakat lokal,” katanya.
Ia melanjutkan, untuk mewujudkan hal tersebut Pemkab telah menyiapkan anggaran untuk memperbaiki infrastruktur.
“Untuk itu pada tahun depan pemerintah kabupaten telah menganggarkan dana senilai Rp1,1 miliar untuk peningkatan jalur pendakian ini. Setelah pada tahun ini investasi sebesar Rp1,5 miliar telah direalisasikan untuk pengerasan jalur pendakian ini dengan bekerja sama dengan program Tentara Manunggal Membangun Desa (TMMD),” katanya.
Pada kesempatan itu, ia menyebut nantinya akan dibangun tiga jembatan pada jalur ini dari lima jembatan. Sehingga waktu tempuh yang kini telah diperpendek menjadi tiga hari dua malam menjadi lebih singkat lagi. Ia mengatakan, seluruh investasi yang sudah dan akan dilakukan di jalur pendakian ini akan dihibahkan dan dikelola oleh Balai Besar Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS).
“Pemerintah kabupaten tidak ikut mengelola, tapi ikut menjaganya. Kolaborasi bagaimana orang banyak datang ke Solok Selatan,” ujarnya.
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Kementerian Kehutanan, Indra Exploitasia Semiawan, mengatakan potensi nilai transaksi ekonomi melalui pengembangan usaha berbasis lingkungan masih sangat besar di Sumatera Barat, termasuk di Kabupaten Solok Selatan.
“Sumatera Barat saat ini memiliki Rp 1,3 miliar dari nilai transaksi ekonomi. Sedangkan di Jawa Timur nilainya sudah mencapai Rp 1,7 triliun. Ini tantangan ke depan bagi Sumatera Barat untuk meningkatkan nilai transaksi ekonomi melalui pengembangan usaha berbasis lingkungan,” katanya.
Tantangan ini, lanjutnya, adalah desa yang bersisian langsung dengan hutan dan kawasan konservasi bisa mandiri dan berkontribusi pada ekonomi. Tidak lagi bergantung ke hutan, tapi menjadikan hutan sebagai sumber peningkatan ekonomi berbasis pemanfaatan berkelanjutan dalam bentuk ekowisata dan jasa lingkungan.
“Hutan harus tetap lestari, namun pembangunan dan ekonomi tetap harus terlaksana sehingga masyarakat bisa sejahtera. Kunci utama untuk mewujudkan ini adalah dengan adanya sinergi dari berbagai pihak,” imbuhnya.
















