Usulan itu tidak didasari survei harga maupun dokumen pendukung lain yang sah. Terdakwa juga tidak membuat Harga Perkiraan Sendiri (HPS) maupun uji kualitas bahan.
Perubahan tersebut menyebabkan anggaran membengkak hingga Rp3,7 miliar untuk SD dan Rp4,6 miliar untuk SMP. Proses pengadaan dilakukan melalui e-katalog dengan memilih CV Mustika dan CV Satu Pilar Mumtaza tanpa proses klarifikasi mendalam atau mini kompetisi.
Lebih lanjut, CV Mustika dan CV Satu Pilar Mumtaza kemudian mengalihkan pesanan ke pihak ketiga, yakni CV Gumilar dan CV Yes Inova, padahal pengalihan kontrak seperti itu tidak sesuai ketentuan.
Kerugian Negara Mencapai Rp1,1 Miliar
Berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sumatra Barat, perbuatan terdakwa mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp1.114.161.195. Kerugian timbul karena selisih antara pencairan dana dari APBD dan biaya aktual yang dibayarkan kepada pihak ketiga sebagai penyedia perlengkapan.
Dalam proyek itu, terdakwa juga diduga memanipulasi data jumlah siswa penerima perlengkapan agar sesuai dengan alokasi anggaran. Ia menambahkan ratusan siswa fiktif untuk menggenapkan data dengan dokumen pergeseran anggaran yang telah disahkan.
Pelanggaran Berlapis
Tindakan terdakwa dinilai melanggar sejumlah regulasi, antara lain:
– Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
– Permendagri Nomor 84 Tahun 2022 tentang Pedoman Penyusunan APBD
– Permendikbudristek Nomor 50 Tahun 2022 tentang Seragam Sekolah
– Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Nomor 12 Tahun 2021
Dalam pelaksanaan kegiatan, terdakwa juga dinilai lalai dalam melaksanakan tugas sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), seperti tidak membuat spesifikasi teknis, tidak melakukan survei harga, dan tidak menguji mutu bahan seragam, tas, maupun sepatu.
Terdakwa didakwa bersama sejumlah pihak lain yang diproses secara terpisah, termasuk Direktur dan Kuasa Direktur CV Mustika serta CV Satu Pilar Mumtaza.