Kabarminang.com – Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Aswannaldi mantan Kepala Bidang Pembinaan Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lima Puluh Kota, dengan pidana penjara selama lima tahun dalam perkara dugaan korupsi pengadaan perlengkapan siswa tingkat SD dan SMP tahun anggaran 2023.
Sidang pembacaan tuntutan digelar di Pengadilan Tipikor Padang pada Senin (30/06/2025). Selain pidana penjara, JPU juga menuntut Aswannaldi untuk membayar denda sebesar Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan dan membayar biaya perkara Rp10 ribu.
Dalam surat tuntutannya, JPU menyebut Aswannaldi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Modus Penggelembungan dan Pengalihan Anggaran
Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejaksaan Negeri Payakumbuh, Abu Abdurrachman, mengungkapkan bahwa dugaan tindak pidana korupsi yang menyeret mantan Kabid Pembinaan Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lima Puluh Kota, Aswannaldi, bermula dari perubahan jenis anggaran dan penggelembungan harga satuan perlengkapan siswa tahun 2023.
Awalnya program pengadaan perlengkapan siswa untuk siswa baru kelas I SD dan kelas VII SMP dengan pagu awal sebesar Rp2,9 miliar dan Rp1,9 miliar. Namun, terdakwa mengusulkan perubahan jenis belanja dari “beasiswa” menjadi “belanja barang yang diserahkan kepada masyarakat”, serta menaikkan harga satuan dari Rp300 ribu menjadi Rp700 ribu per siswa.
“Awalnya pengadaan ini merupakan bagian dari belanja beasiswa, tapi kemudian diubah menjadi belanja barang yang diserahkan kepada masyarakat, dengan kenaikan nilai dari Rp300 ribu menjadi Rp700 ribu per siswa tanpa melalui survei harga atau perhitungan HPS yang sah,” kata Abu Abdurrachman dalam surat dakwaan.
Perubahan itu disusul dengan manipulasi data jumlah siswa penerima bantuan agar sesuai dengan anggaran yang telah digeser. Bahkan, Aswannaldi selaku PPTK menunjuk penyedia tanpa proses klarifikasi, mini kompetisi, atau verifikasi kemampuan penyedia untuk memenuhi pengadaan dalam jumlah besar.
“Akibatnya, negara mengalami kerugian hingga Rp1,1 miliar karena mark-up anggaran dan pengalihan pekerjaan ke pihak lain yang tidak sesuai prosedur,” tambahnya.