“Hal ini diikuti dengan melemahnya daya beli yang berlangsung secara lamban sejak kesalahan kebijakan ekonomi 2015,” paparnya.
Indikator kelima, nilai tukar Rupiah yang terus menerus melemah sejak rezim Presiden ke-3 BJ Habibie.
“Pelemahan ini membuktikan fundamental makro ekonomi rapuh dan margin perekonomian nasional dihisap keluar,” sambungnya.
Untuk indikator kelima, dia menduga persaingan tidak sehat antara bunga SBN (Surat Berharga Negara) dengan SBI (Sertifikat Bank Indonesia) dan bunga deposito.
Sementara indikator keenam, yakni perbankan tidak memberi dampak pemerataan.
“Dan ketujuh, rendahnya Purchasing Manager Index sebagai bukti perekonomian Indonesia tidak tumbuh menjanjikan. Ini diikuti dengan jatuhnya IHSG (indeks harga saham gabungan),” imbuhnya.