“Sebagai mitra kerja, kami meminta Dinas Pendidikan untuk memastikan kejadian seperti ini tidak terulang lagi. Pendidikan kita harus bersih dari praktik-praktik seperti ini,” tegasnya.
Tanggapan Dinas Pendidikan Kota Payakumbuh
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Pendidikan Payakumbuh, Dasril, memberikan klarifikasi. Ia membantah bahwa praktik ini dapat langsung dikategorikan sebagai pungli, namun mengakui adanya kekurangan koordinasi antara sekolah dan dinas.
Menurut laporan Dinas Pendidikan Payakumbuh, terdapat sekitar 47 sekolah dasar dan sekolah menengah pertama diduga terlibat dalam praktik penjualan LKS tanpa berkoordinasi dan izin dari Dinas Pendidikan.
“Sebenarnya ini bukan pungli. Masalahnya, buku untuk kurikulum baru belum terbit, dan sekolah mencoba mengatasinya dengan menjual LKS. Namun, sayangnya, mereka tidak berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan, sehingga terkesan seperti pungli,” jelas Dasril beberapa waktu lalu.
Terbaru, Dasril kembali menegaskan larangan penjualan LKS di sekolah-sekolah setelah menemukan adanya praktik tersebut. Larangan ini disampaikan melalui surat edaran resmi yang merujuk pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 8 Tahun 2016 tentang pengelolaan buku pelajaran.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Payakumbuh, Dasril mengungkapkan bahwa sesuai dengan regulasi yang berlaku, penjualan LKS tidak diperbolehkan.
“Permendikbud jelas menyatakan bahwa satuan pendidikan tidak diperkenankan menjual buku, termasuk LKS, kepada siswa. Buku pelajaran, termasuk LKS, seharusnya disediakan sekolah tanpa biaya tambahan,” ujar Dasril, dikutip Jumat (31/1).