Kabarminang – Kota Bukittinggi kembali menorehkan sejarah sebagai pusat kegiatan budaya nasional dengan menjadi tuan rumah Festival Musik Tradisi Indonesia “Pitunang Ethngroove” 2025.
Acara yang digelar di Stadion Ateh Ngarai pada Sabtu (2/8) berlangsung meriah dan mendapat sambutan luas dari masyarakat dan tokoh budaya.
Festival ini merupakan penyelenggaraan kedua setelah sebelumnya digelar di Lampung Tengah. Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon yang membuka secara resmi acara tersebut, menekankan pentingnya festival ini dalam membangun ekosistem musik tradisi di tengah arus globalisasi.
“Festival ini adalah ruang penting untuk merawat, membina, dan mengembangkan musik tradisi sebagai bagian dari identitas bangsa. Kami berharap ini menjadi titik tolak kebangkitan musik tradisional di nusantara,” ungkap Fadli Zon dalam sambutannya.
Ia juga menyampaikan bahwa Indonesia memiliki lebih dari 1.000 jenis musik tradisi serta lebih dari 200 alat musik tradisional yang tersebar di seluruh wilayah. “Potensi ini adalah soft power budaya Indonesia yang harus terus dijaga dan dikembangkan agar bisa bersaing di panggung dunia,” lanjutnya.
Penyelenggaraan festival di Bukittinggi turut melibatkan komunitas musik tradisi Minangkabau, yang terkenal dengan ragam instrumennya, termasuk 13 jenis alat musik tiup. Hal ini mempertegas posisi strategis Sumatra Barat dalam pelestarian budaya tradisional Indonesia.
Wali Kota Bukittinggi, Ramlan Nurmatias, mengapresiasi kepercayaan yang diberikan Kementerian Kebudayaan kepada kotanya sebagai lokasi penyelenggaraan. Ia menekankan pentingnya perlindungan terhadap kekayaan budaya, seperti yang telah dilakukan terhadap musik Saluang dan kuliner Kerupuk Sanjai, yang kini telah memperoleh hak paten dari Kementerian Hukum dan HAM.
“Pemerintah Kota terus menyediakan ruang, termasuk pelataran Jam Gadang, bagi para seniman untuk tampil dan menginspirasi. Festival ini semoga menjadi awal lahirnya talenta baru yang mencintai budaya bangsa,” kata Ramlan.
Direktur Program Pitunang Ethngroove, Indra Ariffin menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan hasil kolaborasi antara Kementerian Kebudayaan dan komunitas Gaung Marawa sebagai penyelenggara utama. Mengangkat tema “Menyimak Daya Hidup Musik Tradisi”, festival ini memberi ruang lintas generasi dan genre agar musik tradisional tetap berkembang dan tak lekang oleh zaman.
Festival ini juga memberikan penghargaan kepada tiga maestro musik tradisi atas dedikasi mereka dalam pelestarian seni: Si Kere (Mentawai), Badendang Bagurau (Malenggang), dan Gamad (Amril Agam).
Acara yang berlangsung dua hari, dari 1–2 Agustus 2025, menghadirkan beragam penampilan spesial dari musisi dan kelompok seni, seperti Gilang Ramadhan, Djangat Indonesia, Ajo Buset, Paul Mugisa Mussa, FRHYTHMS Academy, Eta Margondang, Ngartini, Huang & Band, Ragam Raso, MJ Project, Sangku Sora Karawitan, Mak Lenggang, hingga kolaborasi maestro Gamad Amril Agam bersama Gamad Pituah Minang.
Festival turut dihadiri oleh sejumlah kepala daerah dan tokoh budaya, termasuk Gubernur Sumatra Barat (diwakili Kepala Dinas Kebudayaan), Wali Kota Padang, Bupati Solok, Wakil Bupati Tanah Datar, Bupati Limapuluh Kota, Wakil Wali Kota Payakumbuh, serta Rektor ISI Padang Panjang dan undangan lainnya.
Festival ini menandai semangat baru dalam pelestarian musik tradisi Indonesia, sekaligus menjadikan Bukittinggi sebagai salah satu simpul penting dalam jaringan kebudayaan nasional.