Kabarminang – Ketua DPRD Sumatera Barat, Muhidi menegaskan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan pendapatan dan belanja daerah menyusul penurunan target Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan alokasi belanja dalam Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Perubahan APBD 2025.
Hal itu ia sampaikan pada Rapat Paripurna DPRD Sumbar di Padang, Rabu (13/8/2025).
Dalam rapat tersebut, DPRD dan Pemerintah Provinsi membahas jawaban gubernur atas pandangan umum fraksi terkait Ranperda Perubahan APBD 2025, Ranperda Penyertaan Modal pada Perseroda Penjaminan Kredit Daerah (Jamkrida), serta nota pengantar KUA-PPAS 2026.
Muhidi menyebut, fraksi-fraksi di DPRD menyoroti penurunan target PAD sebesar Rp102 miliar serta penurunan alokasi belanja daerah hingga Rp271 miliar.
Ia meminta pemerintah daerah memperbaiki sistem, prosedur, tata kerja, dan sumber daya manusia, termasuk melakukan digitalisasi pengelolaan pendapatan dengan data yang akurat dan mutakhir.
“Terkait belanja daerah, meski terjadi rasionalisasi, pelayanan publik harus tetap berjalan optimal, tepat sasaran, efisien, transparan, dan akuntabel,” ujarnya.
Sementara itu, untuk Ranperda Penyertaan Modal kepada Jamkrida, fraksi-fraksi mendorong agar tambahan modal benar-benar berdampak pada ekspansi usaha, peningkatan dividen bagi APBD, dan penerapan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance).
Menanggapi pandangan fraksi, Gubernur Sumbar Mahyeldi menegaskan optimalisasi PAD tetap menjadi prioritas melalui ekstensifikasi dan intensifikasi. Langkah yang diambil mencakup penguatan basis data wajib pajak, peningkatan akurasi penilaian potensi pajak, optimalisasi sistem informasi perpajakan daerah, serta penagihan aktif.
“Program pemutihan pajak kendaraan bermotor menjadi strategi mendorong kepatuhan wajib pajak lama sekaligus menarik yang menunggak. Targetnya, penerimaan meningkat signifikan di sisa 2025,” kata Mahyeldi.
Ia juga menyebut pemerintah provinsi mulai mengoptimalkan pendapatan baru seperti pajak alat berat dan opsen pajak mineral bukan logam dan batuan (MBLB). Namun, implementasi pajak alat berat belum berjalan karena petunjuk teknis dari pemerintah pusat belum terbit.
Terkait penurunan target Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) hingga 30,74 persen, Mahyeldi menjelaskan penyebabnya antara lain penurunan penjualan kendaraan baru, pemberian insentif BBNKB, peniadaan BBNKB untuk kendaraan bekas, serta meningkatnya penggunaan kendaraan listrik yang tarif BBNKB-nya 0 persen.
“Kendati target disesuaikan, kami tetap memaksimalkan penerimaan BBNKB melalui koordinasi dengan dealer resmi dan lembaga terkait,” ujarnya.