Kabarminang – Industri perhotelan di Indonesia menghadapi tantangan besar pada tahun 2025 imbas kebijakan penghematan anggaran pemerintah. Sebagian besar hotel diprediksi akan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) untuk menekan biaya operasional.
Kondisi itu tergambar dari survei terbaru yang dilakukan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) bersama Horwath HTL. Survei melibatkan 726 responden dari 717 hotel di 30 provinsi.
Mengutip laporan hasil survei PHRI bersama Horwath HTL, 88% hotel memprediksi akan melakukan PHK lantaran terjadi penurunan pendapatan selama beberapa bulan terakhir.
Berdasarkan survei yang dilakukan, hasilnya, lebih dari 50% hotel berbintang melaporkan adanya dampak negatif dari kebijakan ini terhadap pemesanan kamar oleh instansi pemerintah. Di mana sektor MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition) yang selama ini menjadi penyumbang utama pendapatan hotel juga mengalami penurunan drastis.
“Mayoritas responden percaya, pemanfaatan fasilitas MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition) mengalami penurunan drastis merupakan faktor yang paling terdampak dalam operasional hotel mereka. Hal ini dapat dipahami, karena permintaan terkait pemerintah merupakan kontributor utama terhadap permintaan fasilitas MICE,” demikian laporan hasil survei PHRI bersama Horwath HTL, dikutip Selasa (1/4).
Kebijakan efisiensi anggaran yang memangkas perjalanan dinas dan belanja MICE pemerintah, banyak hotel mengalami penurunan signifikan dalam tingkat hunian dan pemanfaatan ruang pertemuan. Bahkan, 42% hotel melaporkan fasilitas ruang pertemuan mereka menjadi tidak terpakai, sementara 18% mengalami penurunan permintaan saat hari kerja.
Tak hanya PHK, hotel juga sejumlah hotel menyatakan berisiko mengalami gagal bayar pinjaman ke bank. Kekhawatiran gagal bayar pinjaman ini diungkapkan 58% responden.
Selain itu, 48% responden mengkhawatirkan potensi penutupan hotel akibat defisit operasional.